Makanan gudeg, hidangan satu ini pasti sudah banyak yang tahu juga banyak diburu oleh wisatawan. Selain dikenal dengan sebagai Kota Pelajar dan Kota Sepeda, Yogyakarta juga disebut dengan Kota Gudeg.
Bagi para wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta wajib mencicipi makanan gudeg dan membawanya pulang sebagai oleh-oleh.
Gudeg adalah makanan khas dari Yogyakarta yang diolah dari nangka muda dengan campuran santan. Olahan gudeg ini membutuhkan waktu berjam-jam untuk memasaknya. Gudeg memiliki ciri khas berwarna cokelat, warna ini dihasilkan dari daun jati yang dimasak dengan bersamaan.
Gudeg biasanya dimakan dengan menggunakan nasi dan disajikan dengan kuah santan atau areh, ayam kampung, telur, tahu, tempe dan krecek. Namun, jeroan areh, ceker, dan lain-lain dapat menjadi pelengkap.
Yogyakarta memiliki tiga jenis gudeg. Pertama, gudeg kering yang disajikan dengan areh yang kental. Kedua, gudeg basah, disajikan dengan areh yang sedikit cair.
Ketiga, gudeg manggar yang dimasak dengan putik bunga kelapa. Sayangnya gudeg manggar ini susah ditemukan karena langka dan jarang sekali orang membuatnya.
Gudeg memiliki sejarah yang panjang, bahkan makanan ini ada sebelum Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta berdiri.
Hidangan gudeg tidak hanya diolah dengan menggunakan nagka muda tetapi juga ada yang diolah dari rebung. Namun, yang sering dikonsumsi dan dijual adalah gudeg yang terbuat dari nangka muda.
Macam Sejarah Gudeg
Sejarah gudeg ini sebenarnya belum pasti dan banyak ragamnya. Ada sejarah yang mengatakan bahwa gudeg sudah ada sejak kepemimpinan Panembahan Senopati, raja pertama Mataram Islam.
Pada saat itu Panembahan Senopati, Ki Ageng Pemanahan dan tokoh-tokoh lainnya, perlu membuka alas mentaok untuk mandirikan istana. Para pekerja dan prajurit pun membabat hutan tersebut, yang kelak dikenal dengan nama Yogyakarta. Ternyata di dalam hutan ini terdapat banyak pohon nangka danĀ pohon kelapa.
Baca juga: https: Apa sih Keunggulan Peci Batik Jogokariyan?
VersiĀ lainnya menceritakan gudeg sudah ada sejak kepemimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo, cucu Panembahan Senopati. Gudeg menjadi makanan para prajurit yang yang menyerang VOC di Batavia.
Namun sejarah tersebut masih diragukan karena pada saat itu hanya terdapat gudeg basah dan jenis ini tidak bisa bertahan lama. Sedangkan penyerangan ke Batavia membutuhkan waktu yang lama dan jarak tempuh yang sangat jauh.
Sejarah lainnya mengatakan gudeg dikenal pada tahun 1819. Menurut Serat Centhini, gudeg adalah makanan rakyat di Jawa Tengah dan Yogyakarta pada saat itu.
Nama gedug diperoleh dari cara pengolahannya, yaitu diaduk-aduk atau dalam bahasa Jawa kita kenal dengan di-udek. Pengolahannya diaduk berulang-ulang dengan waktu yang lama dan di atas kayu besar agar tidak gosong.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa gudeg ini adalah makanan rakyat pada saat itu. Hal ini dikarenakan bahannya yang mudah ditemukan di halaman rumah mereka.
Inovasi Gudeg
Pada mulanya gudeg yang dikenal itu adalah gudeg basah atau nyemek. Namun gudeg basah ini mempunyai kekurangan yaitu tidak bisa bertahan lama dan tidak bisa dibawa perjalanan jauh.
Akhirnya muncul inovasi untuk membuat gudeg kering, salah satu jenis yang dapat bertahan lama. Pengolahannya pun juga lama, dimasak hingga kuahnya kering, warnanya juga lebih cokelat serta rasanya juga lebih manis.
Olahan ini dapat bertahan hingga 24 jam, bahkan lebih jika dimasukkan ke lemari es.
Zaman semakin canggih, gudeg pun juga mempunyai inovasi baru yaitu gudeg kaleng.
Olahan gudeg tidak hanya dikenal di Yogyakarta tapi juga di Surakarta atau Solo yang memiliki ciri khasnya sendiri. Gudeg sekarang tidak hanya dijual di lesehan atau kaki lima tetapi juga bisa ditemukan di restoran dan hotel.
Gudeg menjadi makanan yang dirindukan bagi sebagian pecinta kuliner. Bahkan orang yang pernah tinggal di Yogyakarta sangat merindukan gudeg.
Itu dia sejarah singkat gudeg, walaupun memiliki banyak versi sejarah.
Selain gudeg, produk-produk dari pecibatik juga dapat digunakan sebagai oleh-oleh jika berkunjung ke Yogyakarta. Semoga bermanfaat!