Sejarah Bakpia Pathuk yang Banyak Belum Diketahui Orang

Sejarah Bakpia Pathuk yang Banyak Belum Diketahui Orang

Cemilan satu ini terkenal di Yogyakarta dan menjadi ciri khas kota tersebut. Makanan ringan ini menjadi idaman banyak orang, tetapi sejarah tentang bakpia ini belum ada yang membahasnya.

Banyak orang membeli bakpia untuk dijadikan oleh-oleh sanak keluarga dan kerabat terdekatnya. Pada umumnya, bakpia ini adalah kue yang terbuat dari tepung terigu dan dipanggang .

Bakpia biasanya menggunakan isian kacang hijau yang dicampur dengan gula. Banyak yang menganggap bakpia ini berasal dari Yogyakarta, tetapi bakpia ternyata berasal dari negeri tirai bamboo atau China.

Kue bakpian merupakan salah satu bentuk dari akulturasi budaya, antara Indonesia dengan Tiongkok. Bakpia sendiri berasal dari dialek Hokkian yaitu Tolu Pia yang secara harfiah berarti kue atau roti berisi daging.

Kue yang berisikan daging ini kebih dikenal dengan pia atau kue pie di Indonesia.

Sejarah Bakpia dari Tiongkok

Ada beberapa versi sejarah bagaimana bakpia ini bisa terkenal di Yogyakarta. Awal mulanya, bakpia ini dibawa oleh imigran Tiongkok ke Yogyakarta pada abad ke 20.

Bakpia sudah ada di Yogyakarta sejak tahun 1930. Jenis kue ini dibawa oleh keluarga-keluarga pedagang Tiongkok yang bermukim di pusat Kota Yogyakarta.

Bakpia ini bukanlah kue spesial, melainkan pelengkap dari kue keranjang yang ada pada saat imlek. Kue ini bisa dikatakan sebagai cemilan atau snack.

Ada versi lain yang mengatakan bahwa bakpia dibawa oleh seorang pendatang Tiongkok pertama kali ke Yogyakarta pada tahun 1940-an, yaitu oleh Kwik Sun Kok.

Kwik Sun Kok menyewa sebidang tanah di daerah Suryowijayan, Kecamatan Mentrijeron, Yogyakarta dari penduduk lokal bernama Niti Gurnito.

Kemduian Kwik mencoba membuat bakpia ini dengan resep asli dari Tiongkok. Kwik membuat bakpia menggunakan bahan babi dan minyak babi denan isian bakpia yang menggunakan daging babi.

 

Baca juga: Sejarah Gudeg yang Perlu untuk Kita Pelajari

 

Namun, setelah mengetahui penduduk Yogyakarta mayoritas beragama Islam lantas Kwik mengganti isian bakpia dengan menggunakan kacang hijau. Kwik memanggang bakpia dengan arang yang Ia beli dari salah satu temannya, yang juga perantauan Tiongkok.

Ternyata cita rasa bakpia buatan Kwik ini cocok dengan lidah masyarakat Yogyakarta. Pada saat itu juga bakpia buatan Kwik mulai digemari banyak orang.

Kwik yang semula tinggal di kontrakan milik Niti Gurnito kemudian pindah ke sebelah barat Kampung Surowijayan. Di tempat barunya, Kwik melanjutkan usahanya membuat aneka makanan dan kue, termasuk bakpia.

Pada tahun 1960-an, Kwik meninggal dunia, usaha bakpia ini kemudian diteruskan oleh menantunya yang bernama Junikem. Pada tahun yang sama, teman Kwik yang pada mulanya hanya menyuplai arang juga mendirikan usaha bakpia.

Pada tahun 1948, Lim membuat resep bakpia yang baru, kemudian Ia juga pindah dari kawasan Pajeksan ke jalan Pathuk nomor 75.

Saat ini kemudian terkenal sebagai kawasan sentra bakpia pathuk 75.

Terdapat keluarga Tionghoa lainnya yang membuat usaha bakpia pada tahun 1948. Keluarga Tionghoa ini agak berbeda dalam membuat usaha bakpia.

Industri rumahan bakpia tersebut tidak dijual di toko, melainkan dijual dengan delivery atau dipesan terlebiih dahulu (pre order).

Pembeda Bakpia

Sepeninggalan Kwik, teryata Niti Gurnito juga membuka usaha bakpia pathuk. Hal ini dikarenakan Kwik pernah menyewa rumahnya dan sempat memberi resep rahasia untuk membuat bakpia.

Pada saat itu, pembeli bakpia masih tersekat. Misal, orang-orang Tionghoa lebih memilih untuk membeli bakpia di tempat sesama orang Tionghoa. Begitu pula sebaliknya, orang Yogyakarta lebih memiliki membeli bakpia di tempat Niti.

Bakpia-bakpia tersebut dapat dibedakan, antara buatan Niti Guritno dengan hasil dari orang Tionghoa. Perbedaan ini dilihat dari tekstur bakpia itu sendiri. Bakpia milik Niti Gurnito kulitnya lebih tebal daripada buatan orang Tionghoa.

Tidak lama setelah itu, bakpia Niti Gurnito menginspirasi banyak warga kawasan Tamansari. Mereka berlomba-lomba membuat usaha bakpia dan membuka toko bakpia.

bakpia

Pada tahun 1980, bakpia semakin populer di Yogyakarta. Banyak produsen bakpia rumahan menjual bakpia mereka di toko masing-masing di kawasan Pathuk.

Oleh sebab itu bakpia itu terkenal dengan nama bakpia pathuk karena usaha mereka di Jalan Pathuk.

Jika kalian berkunjung ke Yogyakarta jangan lupa membeli bakpia pathuk untuk oleh-oleh keluarga, teman, atau rekan kerja.

Bakpia pathuk memiliki varian rasa, yaitu ada varian kacang hijau, cokelat, keju, dan durian.  Anda harus pergi ke sentra bakpia untuk membelinya, yaitu di Jalan Pathuk Yogyakarta.

Produk-produk dari pecibatik pun juga dapat menjadi pilihan oleh-oleh selain bakpia. Pecibatik ini sangat khas dengan Yogyakarta, produk-produknya pun juga sangat nyaman untuk digunakan.

Semoga bermanfaat.

Sejarah Gudeg yang Perlu untuk Kita Pelajari

Sejarah Gudeg yang Perlu untuk Kita Pelajari

Makanan gudeg, hidangan satu ini pasti sudah banyak yang tahu juga banyak diburu oleh wisatawan. Selain dikenal dengan sebagai Kota Pelajar dan Kota Sepeda, Yogyakarta juga disebut dengan Kota Gudeg.

Bagi para wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta wajib mencicipi makanan gudeg dan membawanya pulang sebagai oleh-oleh.

Gudeg adalah makanan khas dari Yogyakarta yang diolah dari nangka muda dengan campuran santan. Olahan gudeg ini membutuhkan waktu berjam-jam untuk memasaknya. Gudeg memiliki ciri khas berwarna cokelat, warna ini dihasilkan dari daun jati yang dimasak dengan bersamaan.

Gudeg biasanya dimakan dengan menggunakan nasi dan disajikan dengan kuah santan atau areh, ayam kampung, telur, tahu, tempe dan krecek. Namun, jeroan areh, ceker, dan lain-lain dapat menjadi pelengkap.

Yogyakarta memiliki tiga jenis gudeg. Pertama, gudeg kering yang disajikan dengan areh yang kental. Kedua, gudeg basah, disajikan dengan areh yang sedikit cair.

Ketiga, gudeg manggar yang dimasak dengan putik bunga kelapa. Sayangnya gudeg manggar ini susah ditemukan karena langka dan jarang sekali orang membuatnya.

Gudeg memiliki sejarah yang panjang, bahkan makanan ini ada sebelum Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta berdiri.

Hidangan gudeg tidak hanya diolah dengan menggunakan nagka muda tetapi juga ada yang diolah dari rebung. Namun, yang sering dikonsumsi dan dijual adalah gudeg yang terbuat dari nangka muda.

Gudeg

 

Macam Sejarah Gudeg

Sejarah gudeg ini sebenarnya belum pasti dan banyak ragamnya. Ada sejarah yang mengatakan bahwa gudeg sudah ada sejak kepemimpinan Panembahan Senopati, raja pertama Mataram Islam.

Pada saat itu Panembahan Senopati, Ki Ageng Pemanahan dan tokoh-tokoh lainnya, perlu membuka alas mentaok untuk mandirikan istana. Para pekerja dan prajurit pun membabat hutan tersebut, yang kelak dikenal dengan nama Yogyakarta. Ternyata di dalam hutan ini terdapat banyak pohon nangka dan  pohon kelapa.

 

Baca juga: https: Apa sih Keunggulan Peci Batik Jogokariyan?

 

Versi  lainnya menceritakan gudeg sudah ada sejak kepemimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo, cucu Panembahan Senopati. Gudeg menjadi makanan para prajurit yang yang menyerang VOC di Batavia.

Namun sejarah tersebut masih diragukan karena pada saat itu hanya terdapat gudeg basah dan jenis ini tidak bisa bertahan lama. Sedangkan penyerangan ke Batavia membutuhkan waktu yang lama dan jarak tempuh yang sangat jauh.

Sejarah lainnya mengatakan gudeg dikenal pada tahun 1819. Menurut Serat Centhini, gudeg adalah makanan rakyat di Jawa Tengah dan Yogyakarta pada saat itu.

Nama gedug diperoleh dari cara pengolahannya, yaitu diaduk-aduk atau dalam bahasa Jawa kita kenal dengan di-udek. Pengolahannya diaduk berulang-ulang dengan waktu yang lama dan di atas kayu besar agar tidak gosong.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa gudeg ini adalah makanan rakyat pada saat itu. Hal ini dikarenakan bahannya yang mudah ditemukan di halaman rumah mereka.

 

Inovasi Gudeg

Pada mulanya gudeg yang dikenal itu adalah gudeg basah atau nyemek. Namun gudeg basah ini mempunyai kekurangan yaitu tidak bisa bertahan lama dan tidak bisa dibawa perjalanan jauh.

Akhirnya muncul inovasi untuk membuat gudeg kering, salah satu jenis yang dapat bertahan lama. Pengolahannya pun juga lama, dimasak hingga kuahnya kering, warnanya juga lebih cokelat serta rasanya juga lebih manis.

Olahan ini dapat bertahan hingga 24 jam, bahkan lebih jika dimasukkan ke lemari es.

Zaman semakin canggih, gudeg pun juga mempunyai inovasi baru yaitu gudeg kaleng.

Olahan gudeg tidak hanya dikenal di Yogyakarta tapi juga di Surakarta atau Solo yang memiliki ciri khasnya sendiri. Gudeg sekarang tidak hanya dijual di lesehan atau kaki lima tetapi juga bisa ditemukan di restoran dan hotel.

Gudeg menjadi makanan yang dirindukan bagi sebagian pecinta kuliner. Bahkan orang yang pernah tinggal di Yogyakarta sangat merindukan gudeg.

Itu dia sejarah singkat gudeg, walaupun memiliki banyak versi sejarah.

Selain gudeg, produk-produk dari pecibatik juga dapat digunakan sebagai oleh-oleh jika berkunjung ke Yogyakarta. Semoga bermanfaat!

Kenapa Alun-alun Selatan dan Alun-alun Utara Harus berbeda Tempat

Kenapa Alun-alun Selatan dan Alun-alun Utara Harus berbeda Tempat

Pada masa Kerajaan Majapahit, alun-alun pusat dapat disebut dengan sebuah ruang publik. Bentuk dari ruang tersebut berupa halaman atau pendopo dalam lingkup istana atau kerajaan.

Kebaradaan alun-alun juga tidak terlepas pada makna dan filosofi yang terkandung di dalamnya. Terutama alun-alun yang terdapat di Keraton Yogyakarta yang tidak terpisah dari Pangeran Mangkubumi.

Pada saat itu sebagai pendiri Kesultanan Yogyakarta, Pangeran Mangkubumi memang mahir dalam ilmu filsafat maupun arsiktektur. Berkat kemahiran Beliau lah, Kesultanan Yogyakarta diwarnai dengan struktur dan simbol-simbol yang penuh makna.

Pada awalnya alun-alun merupakan tempat penyelenggaran. Sedangkan pada zaman kerajaan, alun-alun mempunyai fungsi sebagai tempat latihan para prajurit kerajaan.

Selain itu, juga menjadi tempat di mana raja mengumumkan titah atau sayembara kepada rakyatnya. Titah atau sayembara kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan oleh kerajaan.

Bangunan-bangunan yang berdiri di dalam Keraton Yogyakarta memiliki sebuah rangkaian polar. Rangkaian tersebut berlandaskan filosofi. Begitu pula dengan garis imajiner yang membentang lurus antara Tugu Golong Gilig dan Panggung Krapyak serta Alun-alun Selatan dan Alun-alun Utara.

Alun-alun Selatan

Tata letak Alun-alun Selatan Keraton Yogyakarta, dikenal dengan nama Alun-alun Pangeran, masih berada di dalam lungkup Benteng Keaton. Alun-alun selatan juga mempunyai beberapa fungsi, salah satunya dijadikan sebagai tempat pemeriksaan pasukan menjelang upacara Garabeg.

Alun-alun Selatan memiliki ukaran 150 x 150 meter persegi dan dikelilingi pagar setinggi dua meter. Terdapat lima jalan yang digunakan untuk jalan masuk dan jalan keluar. Kelima jalan tersebut adalah Jalan Langenasran Kidul, Jalan Langenastran Lor, Jalan Patehan Lor, Jalan Gading dan Jalan Ngadisurian.

Dalam alun-alun selatan juga terdapat suatu kegiatan yang dinamakan masangin. Kegiatan ini berupa masuk di antara pohon beringin, di mana pengunjung yang berjalan melewati kedua pohoh beringin itu harus menggunakan penutup mata.

Alun-alun Selatan ini ditandai dengan dua buah pohon beringin. Pohon ini juga disebut sebagai supiturang yang dikelilingi oleh pagar atau yang dikenal sebagai Ringin Kurung. Di antara pagar yang mengelilingi dua buah pohong beringin ini juga diberikan ornamen-ornamen indah berupa bulatan dan buntuk busur.

 

altar

 

Pada bagian pinggirnya terdapat pohon manga dan pohon klinik, yang dapat diartikan sebagai lambang kedewasaan dan keberanian. Sedangkan pada permukaan alun-alun ditutup dengan hamparan pasir yang berlambang bahwa indra kita masih labil. Mudah berubah laksana pasir sehingga dikatakan inilah manusia yang terjadi pada saat memasuki masa-masa akil baligh atau kedewasaan.

Alun-alun Utara

Sementara Alun-alun Utara yang memiliki luas antara 300 meter persegi. Pada bagian tengah Alun-alun Utara mempunyai dua pohon beringin kurung bernama Kyai Dewadaru dan Kyai Jana Daru yang dikenal dengan nama Kyai Wijaya Daru.

Menurut sejarah dalam Serat Saloka Patra, benih Kyai Jana Daru berasal dari Keraton Pajajaran sementara Kyai Dewadaru benihnya dari Keraton Majapahit. Secara keselurahan, makna daripada alun-alun beserta kedua pohon beringin di tengahnya menggambarkan konsep Manunggaling Kuwolo Gusti yang berarti bersatunya raja dengan rakyatnya dan bertemunya manusia dengan Tuhan.

Hal menarik di Alun-alun Utara lainnya adalah terdapat 62 pohon beringin yang mengelilinginya. Jumlah tersebut menggambarkan usia nabi Muhammad SAW ketika beliau meninggal dalam perhitungan Jawa.

Pada masa lalu, Alun-alun Utara dikelilingi pagar batu bata dan selokan. Air pada selokan dapat digunakan untuk menggenangi alun-alun saat dibutuhkan.

 

Baca Juga: 8 Fakta Unik dan Sejarah Yogyakarta yang Banyak Orang Belum Tahu

 

Selain sebagai tempat berlangsungnya acara Kesultanan Yogyakarta, Alun-alun Utara juga menjadi area jika masyarakat ingin mengadukan persoalan kepada Sultan.

Rakyat yang merasa tidak diperlakukan dengan adil akan berpakaian putih duduk di tengah alun-alun dan terik matahari hingga sultan melihat dan memanggilnya. Praktik mengadukan nasib di bawah sengatan mahatahri ini disebut laku pepe atau tapa pepe.

Alun-alun yang memebentang luas di muka keraton Yogyakarta maupun yang berada di pungkuran bukanlah semata ruang untuk menampung segala aktivitas warga kota seperti yang terlihat saat ini.

Kehadiran alun-alun ini memunuhi berbagai fungsi dan peran keraton sebagai pusat pemerintahan. Ruang terbuka luas ini menjadi elemen kawasan di sekitarnya, baik secara tata ruang maupun secara sosial.

8 Fakta Unik dan Sejarah Yogyakarta yang Banyak Orang Belum Tahu

8 Fakta Unik dan Sejarah Yogyakarta yang Banyak Orang Belum Tahu

Daerah Istimewa Yogyakarta atau disebut dengan DIY adalah sebuah daerah istimewa yang mempunyai tingkatan provinsi di Indonesia yang merupakan wilayah Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. Yogyakarta terletak di bagian selatan pulau Jawa dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia.

Yogyakarta yang memiliki luas 3185,8 kilometer persegi ini terdiri dari atas satu kota dan empat kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo yang terbagi menjadi 78 kapanewon atau wilayah setingkat kecamatan serta 440 Kelurahan.

Populasinya berjumlah sekitar 3.881.7208 dan ibukotanya di Kota Yogyakarta. Nama Yogyakarta sendiri diambil dari dua kata yaitu “Ayogya” atau “Ayodya” yang mempunyai arti kedamaian atau tanpa perang dan “karta” yang berarti baik.

Walaupun secara geografis merupakan daerah setingkat dengan provinsi yang mempunyai gelar provinsi terkecil kedua setelah DKI Jakarta, Yogyakarta terkenal hingga internasional sebagai tempat wisata andalan setelah Bali. Banyak warga Indonesia menganggap Yogyakarta sebagai kota yang sangat spesial, bahkan mereka mengklaim sebagai kota kenangan.

Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri atau biasa disebut dengan daerah swapraja yaitu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang mempunyai gelar Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Sementara itu, Kadipaten Pakualaman didirikan pada tahun 1813 oleh pangeran Notokusumo yang mempunyai gelar Adipati Paku Alam 1, saudara dari Sultan Hamengkubuwono 2.

Namun setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku alam VIII mengirim surat kepada presiden Ir Soekarno untuk bergabung menjadi bagian dari wilayah Republik Indonesia sebagai daerah istimewa. Setelah itu, wilayah Yogyakarta diresmikan menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Itu sedikit pengenalan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Fakta Unik Daerah Istimewa Yogyakarta

Berikutnya, yuk simak fakta unik Daerah Istimewa Yogyakarta berikut ini.

 

1. Ibukota Negara Republik Indonesia

Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, Yogyakarta mempunyai peran yang sangat penting. Terbukti pada tanggal 4 Januari 1946, Yogyakarta pernah menjadi Ibukota Negara Indonesia. Namun setelah Jakarta kembali kondusif, peran ibukota dipindahkan kembali ke Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1950 bersamaan dengan perayaan kemerdekaan Indonesia.

 

2. Kota Pelajar

Yogyakarta dikenal sebagai sebutan kota pelajar karena banyak pelajar yang melanjutkan pendidikannya di sini. Yogyakarta mempunyai banyak universitas yang jumlahnya mencapai 137 perguruan tinggi 20 persen total penduduk di Yogyakarta merupakan mahasiswa dari luar daerah.

 

3. Kuliner Lezat Khas Yogyakarta

Yogyakarta merupakan kota budaya yang maka dipenuhi juga dengan makanan tradisional yang lezat. Masing-masing daerah di Yogyakarta memiliki makanan khasnya sendiri. Makanan atau jajanan khas Yogyakarta sangat terkenal dan banyak juga dijual di luar Yogyakarta seperti Bakpia pathok, Gudeg, Sate Klatak, Tengkleng gajah, belalang goreng, dll.

 

4. Candi Borobudur bukan di Yogyakarta

Banyak orang-orang mengira bahwa Candi Borobudur yang tersohor tersebut berada di Yogyakarta. Namun ternyata, Candi Buddha tersebut terletak di Borobudur Magelang, Jawa Tengah.

Baca juga : Keunggulan Peci Batik Jogokariyan

 

5. Alun-Alun Kidul Yogyakarta

Di Alun-Alun Kidul Kraton Yogyakarta terdapat dua pohon beringin unik. Menurut mitos, jika seseorang bisa jalan melewati di tengah-tengah antara dua pohon beringin dengan mata tertutup maka keinginannya akan terkabul.

 

6. Letak Candi Prambanan yang unik

Candi Prambanan merupakan kompleks candi Hindu termegah di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 Masehi. Candi ini dipersembahkan untuk tiga dewa utama agama Hindu yaitu Brahma sebagai Dewa Pencipta, Wisnu sebagai Dewa Pemelihara dan Siwa sebagai Dewa Pemusnah. 

Namun tahukah kamu letak Candi Prambanan ini sangat unik? Prambanan terletak di wilayah administrasi Desa Bokoharjo Prambanan Sleman Yogyakarta dan sedangkan pintu masuk kompleks Candi Prambanan terletak di Desa Tlogo Prambanan Klaten provinsi Jawa Tengah.

 

7. Satu-satunya daerah yang menggunakan sistem kerajaan di Indonesia

Yogyakarta merupakan satu-satunya daerah yang masih melestarikan sistem pemerintahan monarki atau kerajaan. Warga Yogyakarta tidak memilih gubernurnya karena diangkat dari keturunan keluarga kerajaaan. Orang yang memerintah dinamakan sultan dan keluarga kerajaan tinggal di istana yang biasa disebut dengan Kraton.

 

8. Garis imajiner Yogyakarta

Merupakan sebuah garis tegak imajiner atau khayal di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Garis ini memanjang dari utara ke selatan yang menghubungkan Gunung Merapi di utara dengan pantai Parangkusumo ataupun pantai Parangtritis di selatan yang melewati Kraton Yogyakarta. Garis ini memiliki filosofi yang sangat tinggi di kesultanan dan menjadi salah satu acuan tata kota dari wilayah yang dilewatinya.

 Itulah fakta unik dan sejarah dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagaimana? Apakah pengetahuanmu bertambah setelah membaca artikel ini? Semoga bermanfaat.

Asal usul Candi Prambanan Dan Dongeng Bandung Bondowoso

Asal usul Candi Prambanan Dan Dongeng Bandung Bondowoso

Benarkah Candi Prambanan dibangun dalam satu malam? Berikut ini penjelasannya menurut dongeng rakyat. Konon, asal usul Candi Prambanan dibangun oleh bangsa jin di bawah perintah Bandung Bondowoso dalam satu malam untuk melamar Roro Jonggrang. Namun, benarkah Candi Prambanan dibangun dalam satu malam?

Candi Prambanan atau Candi Roro Jonggrang merupakan kompleks percandian agama Hindu terbesar di Indonesia. Berdasarkan cerita rakyat yang beredar, Candi Prambanan dibangun oleh bangsa jin atas perintah Bandung Bondowoso untuk memenuhi permintaan Roro Jonggrang.

Menurut cerita, Roro Jonggrang memberikan persyaratan kepada Bandung Bondowoso untuk dibangunkan seribu candi dalam satu malam. Sayang, pembangunan tersebut gagal karena siasat cerdik dari Roro Jonggrang. Mengetahui hal itu, Roro Jonggrang kemudian dikutuk oleh Bandung Bondowoso yang murka menjadi sebuah arca batu untuk melengkapi batu yang keseribu.

Seperti cerita rakyat pada umumnya, asal usul Candi Prambanan dibangun terdapat dalam Prasasti Siwagrha. Candi Prambanan mulai dibangun oleh Rakai Pikatan sekitar tahun 850 Masehi. Candi ini didirikan sebagai tandingan atas kompleks candi-candi Buddha yaitu Candi Borobudur dan Candi Sewu. Pembangunan candi ini menunjukkan kembalinya wangsa Sanjaya atas Jawa.

 

Lalu, Bagaimana Asal Usul Candi Prambanan Menurut Sejarah?

Candi Prambanan adalah kompleks wilayah candi agama Hindu terbesar di Indonesia yang belokasi di daerah Klaten, Jawa Tengah. Candi Prambanan pertama kali dibangun pada tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan yaitu seorang raja dari kerajaan Medang Kamulan.

Pada awalnya, pembangunan Candi Prambanan bertujuan untuk memuliakan Dewa Siwa tapi seiring berjalannya waktu, pikiran Rakai Pikatan mulai berubah. Rakai Pikatan ingin membangun Candi Prambanan menjadi lebih megah agar bisa menandingi Candi Borobudur dan Candi Sewu yang letaknya tidak jauh dari Candi Prambanan.

Setelah Rakai Pikatan meninggal, pembangunan Candi Prambanan dilanjutkan oleh penerusnya, yaitu Raja Lokapala dan seterusnya oleh Sri Maharaja. Saat ditengah pembangunan, rakyat menemukan beberapa kendala salah satunya terlalu dekat dengan sungai. Lalu, sungai tersebut ditimbun dengan menggantikan aliran sungai Opak yang sebelumnya mengalir di dekat candi jadi menjauhi candi.

Bekas timbunan sungai dijadikannya sebagai bahan lahan untuk mambangun candi perwira atau candi pengawal. Setelah selesai dibangun, Candi Prambanan dijadikan sebagai tempat upacara keagamaan. 

Sayangnya, kejayaan Candi Prambanan tidak berlangsung lama karena pada tahun 930 Masehi Raja Medang Kamulan memindahkan pusat pemerintahannya ke Jawa Timur.

Gunung Merapi

Hal ini dilakukan untuk menghindari letusan Gunung Merapi. Sejak perpindahan tersebut, Candi Prambanan tidak terurus bahkan keadaannya semakin memprihatinkan. Sebuah gempa terjadi pada abad ke 16 yang menyebabkan banyak candi yang rusak.

Penduduk setempat mengetahui keberadaan Candi Prambanan, namun mereka sama sekali tidak tahu menahu tentang latar belakang sejarah sebenarnya, tentang siapa raja yang membangun, dan kerajaan mana yang membangun bangunan megah ini.

Ketika Britania Raya menguasai Jawa, CA Lons yang berkebangsaan Belanda pada tahun 1733 menghebohkan dunia karena mengaku menemukan reruntuhan Candi Prambanan. Penggalian pemugaran ini dilakukan sejak saat itu, jauh sebelum Indonesia merdeka. Setelah merdeka, proses pemugaran terus dilanjutkan hingga selesai pada tahun 1953 meskipun masih banyak candi yang belum berhasil dipugar.

Proses pemugaran memakan waktu 200 tahun dan belum sepenuhnya selesai hingga kini. Hal ini dikarenakan Candi Prambanan sangat besar dan megah. Saat ditemukan, kondisinya berupa reruntuhan batu yang menggunung.

Baca juga: Begini Lho, Asal-Usul di Balik Nama Malioboro 

Candi Prambanan ditetapkan sebagai situs warisan budaya UNESCO pada tahun 1991. Selain itu, Candi Prambanan dinobatkan sebagai candi yang terindah se-Asia Tenggara. Arsitektur Candi Prambanan ramping mirip dengan percandian Hindu lainnya. Candi utama adalah Candi Siwa yang menjulang setinggi 47 meter di tengah kompleks gugusan candi lainnya yang lebih kecil.

Itulah sedikit sejarah asal usul Candi Prambanan yang merupakan salah satu candi termegah dan terindah di Asia Tenggara. Candi Prambanan menjadi salah satu ikon pariwisata Yogyakarta yang mampu menarik kunjungan wisatawan mancanegara dari berbagai penjuru dunia. Semoga informasi ini bermenfaat.

Begini Lho, Asal-Usul di Balik Nama Malioboro

Begini Lho, Asal-Usul di Balik Nama Malioboro

Tidak mungkin Anda tidak mengetahui Malioboro, suatu kawasan wisata terkenal yang berada di tengah kota Yogyakarta. Bahkan, wisatawan dianggap belum sampai Yogyakarta jika tidak menginjakkan kaki di Malioboro. Di balik indahnya Malioboro, ada sejarah panjang bagaimana kawasan wisata ini disebut dengan Malioboro.

Malioboro merupakan ikon wisata Jogja yang telah melegenda hingga luar negeri. Bahkan, seniman-seniman papan atas negeri ini pun banyak lahir di Yogyakarta ini. Walau namanya telah menjadi legenda hingga seantero dunia, sejarah nama Malioboro sendiri sampai sekarang masih menjadi kontroversi.

Penamaan Malioboro ternyata berawal dari kebiasaan sederhana masyarakat Jogja. Ketika banyak tempat dan jalan pada zaman dahulu belum mempunyai nama, masyarakat Jawa terutama Yogyakarta dengan mudah menamai tempat menurut karakter dan kejadian paling terkenal di daerah atau jalan tersebut. Hal itu juga terjadi dengan sejarah nama “Malioboro”.

Berawal dengan adanya Kraton Yogyakarta yang berdiri pada abad ke 18, Jalan Malioboro saat itu merupakan jalan tanah tanpa nama. Jalan Malioboro dibuat untuk menghubungkan Kraton Yogyakarta dengan Tugu yang membentuk garis imajiner lurus dengan Gunung Merapi. Malioboro zaman dahulu berada di tengah-tengah sawah dan rumah penduduk warga.

Hingga akhirnya pada tahun 1912, kerajaan Inggris di bawah pimpinan Tim Hannigan Raffles menyerang  kesultanan Yogyakarta yang saat itu dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono II. Demi menggugah semangat pasukan Inggris melawan pasukan Yogyakarta pada saat itu, Raffles menanamkan jiwa seorang kepahlawanan kerajaan Inggris.

Raffles menggantikan namanya dengan John Churchill yang bergelar Dutch of Malbourgh. Dutch of Malbourgh merupakan panglima kerajaan Inggris yang mengalahkan pasukan kerajaan Spanyol dan Prancis dalam puluhan pertempuran. Keberanian dan kegembiraan itulah yang membuat Dutch of Malbourgh berani melawan pasukan kesultanan Yogyakarta.

Kraton

Maka dari itu, warga Yogyakarta tidak asing dengan kata Malbourgh. Tokoh-tokoh barat seperti Malbourgh ada yang memperkuat dengan istilah Malboro yang menjadi simbol oleh warga Jogja. Seringnya pasukan Malbourgh melintasi jalan tanpa nama menuju pusat kota, lalu warga Jogja menamai jalani dengan nama Malbor.

Awalnya, jalan ini diberi nama malbourg atau malbor lalu diubah menjadi Malioboro karena orang Jawa susah menyebutkannya dengan bahasa Belanda dan Inggris. Penamaan secara spontan itu berlangsung terus hingga Belanda datang menguasai Yogyakarta melalui perjanjian London pada tahun 1824 hingga pasca Indonesia merdeka.

Baca juga: Apa sih Keunggulan Peci Batik Jogokariyan?

Ada beberapa bangunan yang dibangun oleh penjajah dari Inggris di sekitar kawasan Malioboro ini:

  1.     Jalan Malioboro
  2.     Benteng Vredeburg
  3.     The Dutch Governor’s Residence
  4.     Java Bank

Keberadaan benteng dan kantor tersebut membuat Jalan Malioboro sebagai jalan utama. Selain itu, Jalan Malioboro juga mulai digunakan sebagai tempat perdagangan orang-orang Tionghoa dengan orang-orang Belanda.

Dalam catatan sejarah, Jalan Malioboro tidak hanya menjadi kawasan perdagangan, tapi juga pernah menjadi saksi pertempuran TNI melawan Belanda. Pertempuran tersebut dinamakan sebagai Pertempuran 1 Maret 1949. Pada peristiwa itu, TNI berhasil merebut Yogyakarta selama enam jam. Meskipun singkat, tetapi peristiwa tersebut sangat penting karena TNI membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia masih memiliki tentara yang kuat.

Sekarang, Jalan Malioboro sudah berkembang dengan pesat. Jalan itu tidak hanya menjadi jalan biasa yang dilalui kendaraan, tapi juga menjadi tempat wisata yang sering dikunjungi oleh para wisatawan. Bagi sebagian orang, Yogyakarta memang indah, manis, dan romantis. Tapi, Anda juga perlu mengenal sebagian fakta menarik tentang Yogyakarta, salah satunya tentang asal-usul nama Malioboro ini.